Selasa, 17 November 2009

Babad Arya Tabanan

 Para agung yang ada di kabupaten Badung dan Kodya Denpasar adalah berasal dari Tabanan sebagai keturunan dari ARYA KENCENG; sedangkan para sentana Arya Kenceng itu lebih suka menggunakan ARYA DAMAR sebagai Bhetara Lelangitnya. Perbedaan pendapat ini telah diluruskan dan disepakati bahwa Arya Kenceng itu adalah putra dari Arya Damar (didukung oleh banyak sumber). Untuk memahami lebih mendalam akan asal-muasal dari para agung di Badung dan Denpasar itu, ada baiknya kita menengok informasi berikut.
Silsilah keturunan Arya Kenceng (Raja Tabanan I)
Kerajaan di Pucangan / Buahan Tabanan, berputra :
1. Shri Megada Parabhu / Dewa Raka ( Tidak berminat dengan keduniawian, membangun pesraman di Kubon Tingguh ),
          Beliau mengangkat 5 orang anak asuh (Putra Upon-Upon):
          1. Ki Bendesa Beng
          2. Ki Guliang di Rejasa
          3. Ki Telabah di Tuakilang
          4. Ki Bendesa di Tajen
          5. Ki Tegehen di Buahan
2. Shri Megada Natha / Dewa Made / Arya Yasan
3. Kiyai Tegeh Kori ( Arya Kenceng Tegeh Kori ) Merupakan Putra kandung dari Arya Kenceng yang beribu dari desa Tegeh di Tabanan (bukan putra Dalem yang diberikan kepada Arya Kenceng, menurut babad versi Benculuk Tegeh Kori / http://bali.stitidharma.org/babad-arya-tegeh-kuri/ ), Beliau membangun Kerajaan di Badung, diselatan kuburan Badung ( Tegal ) dengan nama Puri Tegeh Kori (sekarang bernama Gria Jro Agung Tegal ), karena ada konflik di intern keluarga maka

Senin, 16 November 2009

Pura Satriya dibangun 1719

       Mungkin ada yang pengen tahu Pura Satriya atau Pura Pemerajan Satriya atau disebut juga dengan Pura Pedharman Agung Satriya di tahun sebelum 1970-an, adalah seperti sketsa di samping. Pada awalnya, Pemerajan itu hanya terdiri dari Pemerajan paling utara (linggih Sad Kahyangan dan pengayatan pura-pura lain) dan yang di tengah adalah linggih kawitan dinasti Jambe dan Lelangit lainnya, yang ditempatkan di dalam bentuk Gedong.  Pura Satriya itu terdiri dari 3 Palebahan yaitu:
A. Utama Mandala (terdiri dari 3 Rong yaitu:
1. yang paling utara (Pura si Kaler) untuk Pengayatan Sad Kahyangan dan lain-lain Pura,
2. yang ditengah (Pura si Tengah) adalah linggih Bhetara-bhetara Lelangit khususnya Bhetara Jambe Merik karena Pemerajan ini dibangun pertama adalah untuk linggih Kawitan dari Dinasti Jambe, dan
3. rong paling selatan (Pura si Kelod) adalah linggih Bhetara/Bhetari Kawitan Puri Agung Denpasar; dan
yang paling selatan sebagai tambahan yang dibikin setelah Puputan Badung adalah linggih Bhetara Mantuk ring Rana 1906);

B.  Madya Mandala (Jaba/halaman Tengah), dan 
C.. Kanista Mandala (Jaba/halaman Sisi) yang berbentuk tanah lapang yang ditanami dengan pohon beringin, pohon kelapa untuk keperluan upacara. Tapi sekarang sudah tidak begitu lagi.

Sabtu, 14 November 2009

Puri DenPasar dan sekitarnya sebelum 1906

Mungkin sketsa ini akan bisa memberikan bayangan lebih jelas lagi akan keberadaan puri/jro di sekeliling Puri Agung DenPasar itu, diantaranya: Jro Kelodan (atau Jro Mataram), Jro Anom, Jro Kawan, Jro Belaluan, Jro Anyar, dan Jro Oka, terutama posisi Pasar (tradisional) Sore Hari yang disebut "pasar nyoreang", sebagai awal dari munculnya nama Den-Pasar bagi Puri Agung DenPasar itu. Gambar ini dapat menjelaskan bahwa:
  • Puri Agung Denpasar berada di sebelah Utara-Timur (Kaja-Kangin) dari Pasar Sore yang dianungi oleh pohon beringin besar yang lokasi itu kini adalah di ujung timur Kantor Walikota Denpasar sekarang; jadi, Puri Agung Denpasar itu bukanlah di sebelah Utara dari Pasar Penyobekan (yang kini menjadi Banjar Tegal Sari Denpasar). 
  • bahwa di sebelah selatan Puri Agung Denpasar adalah lokasi puri-puri, jeroan, pekandelan, dan Banjar Abasan Kuno.  Jadi, alun-alun Puputan Badung sekarang bukan berasal dari alun-alun Puri Agung Denpasar.
  • Bila mau menghayalkan Puri Agung Denpasar dahulu itu, silahkan lihat Meusium Bali (foto tahun 1925; sumber: http://kitlv.pictura-dp.nl/) sebagai duplikatnya; beginilah tampak depan Ancak-Sajinya (difoto dari sudut Tenggara -- timur/selatan Areal Ancak Saji; Bale Kulkul tidak kelihatan).

Ini adalah foto Musium Bali di tahun 1925. Dalam hal satu ini, Pemerintah Belanda sangat menghargai keberadaan adat-budaya dan sejarah lokal, di samping memang sebagai usaha bisnis pariwisata bagi pada turis Belanda dan Eropah saat itu.

Jumat, 13 November 2009

Puri Agung DenPasar sebelum 1906



               Ukuran Puri Agung Denpasar yang 175 x 200 meter mungkin benar apabila areal Pekandelan Puri yang mengitari Puri di sebelah Utara dan Timurnya diikutsertakan.  Struktur lengkap Puri Agung Denpasar bikinan Belanda, luasnya ± 2,7018 Hektar (= 171 x 158 m2) kemungkinan besar tidak memperhitungkan perumahan Pekandelan Puri (Pengabih Puri) yang mengelilinginya. Puri ini ternyata lebih kecil daripada Puri Satriya (luas = 3,465 Hektar) yang mengitari Pura Satriya di Jalan Veteran Denpasar (Kompleks Pasar Burung) sekarang ini.

Rabu, 11 November 2009

Kota DenPasar sebelum 1906



Nama Kota Denpasar dahulu itu belum ada; yang ada adalah Badung atau nama lawasnya adalah Bhandana Negara, yang semula luasnya tidak seberapa dengan batas-batasnya: di utara sampai di Tanggun Titi  sekarang: Jalan Nangka Utara); timur sampai Kesiman; di selatan sampai di Sesetan, dan barat sampai Busung Yeh. Setelah kerajaan Mengwi dikalahkan oleh Badung di tahun 1891 di bawah pimpinan raja Nararya Cokorde Ngurah Alit Pemecutan (1860 – 1901) yang adalah Raja Badung VI, barulah daerah Badung itu menjadi seluas Kotamadya Denpasar plus Kabupaten Mengwi sekarang.

Rabu, 30 September 2009

Silsilah Puri Agung Denpasar



Karena Puri Agung Denpasar sebagai sentra pembahasan, kiranya tak keliru kalau silsilah keturunan (angga sentana) Puri Agung Denpasar akan ditampilkan terlebih dahulu. Keberadaan Puri Agung Denpasar pastilah tidak bisa lepas dari keberadaan Dinasti Jambe Merik, dan tak bisa berpaling dari penguasa panegara bhandana di Puri Agung Pemecutan (kuno), dan harus terhubung pula ke dinasti Arya Kenceng di Tabanan.

Dalam penyusunan silsilah yang umumnya bersumber dari babad yang ada; dan yang namanya babad selalu disusupi oleh unsur dan tergantung kepada kepentingan subyektif pemiliknya/penulisnya; karena itu, hampir pasti, kebenaran otentik memang sangat sulit diperoleh. Tetapi, paling tidak, bagi generasi selanjutnya sudah memiliki rujukan untuk mengetahui dari mana dia berasal. 

Puri Ksatriya Jambe dibangun 1719


Tersebutlah Ratu Bhandana penguasa negara Badung yaitu Sirarya Anglurah Jambe Pule; beliau berputra 3 orang laki-laki yaitu: Sirarya Anglurah Jambe Merik (ibu: Kiyai Rara Pucangan - Putra Kiyai Pucangan), Kyayi Anglurah Macan Gading (yang enerjik dan memiliki kedigjayaan yang disebut “macan gading”), dan Kyayi Anglurah Gelogor (yang tidak tertarik pada urusan pemerintahan). Konon yang dipilih untuk menggantikan kedudukan beliau adalah Jambe Merik karena kebijakannya, sedangkan menugaskan Macan Gading karena keberaniannya untuk membantu Dalem dalam menumpas pembrontakan Sagung Maruti di Kelungkung. Di dalam menentukan pilihan itu dilakukanlah suatu test case dimana saat Jambe Pule akan dibunuh oleh 3 orang utusan dari Dalem di Kelungkung, beliau menanyakan kepada putra-putranya apa yang harus dilakukan dalam situasi itu. Jambe Merik menjawab: “jika ayahanda memang benar maka kita lawan, tetapi bila ayahanda memang bersalah maka terimalah hukuman itu”; tetapi Macan Gading menjawab: “kita lawan saja”. Perbedaan jawaban itulah yang digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan siapa penerus beliau, yang jatuh kepada Jambe Merik. Dongeng ini telah menjadi ceritera pada pementasan Topeng di Bali. Jadi, raja Badung itu bergelar Sirarya Anglurah Jambe Merik.

Senin, 31 Agustus 2009

Puri Agung DenPasar (Awalan Sekilas)

Bahasan sentral dari web ini adalah tentang sekitar keberadaan puri yang dulunya bernama Puri Agung Den Pasar yang sudah tidak ada lagi di bumi ini. Istilah “Den Pasar” sudah biasa diringkas menjadi “Denpasar” saja. Kata Den (bahasa Bali) berarti “di sebelah Utara” dan Pasar yaa…  “Pasar” (bahasa Balinya:  “Peken“).  Suatu kenyataan bahwa Puri Agung Denpasar itu memang terletak di sebelah Utara  dari sebuah Pasar tradisional sore hari (Bahasa Bali: peken nyoreang), dan bukan di utara “Peken Penyobekan” (tempat menjual alat-alat dapur tradisional) yang berlokasi di Banjar Tegal Sari sekarang ini.
Pasar Sore yang dimaksud itu adalah sebuah pasar yang berlokasi tepat di halaman ujung timur Kantor Walikota Denpasar di Jalan Gajah Mada Nomor 1 sekarang ini, yang dinaungi oleh sebuah pohon beringin besar yang tepat berdiri di posisi Padmasana kantor Walikota Denpasar sekarang.
Kini Puri Agung DenPasar itu memang sudah tidak ada lagi dan tinggal hanya kenangan. Puri itu telah diratakan dengan tanah oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai akibat kekalahan Kerajaan Badung di dalam Perang Puputan Badung 1906 yang terkenal itu.  Kompleks Puri Agung Denpasar itu dulunya terletak di blok yang sekarang dikelilingi oleh Jalan Durian di sebelah Utara, Jalan Kaliasem di Timur, Jalan Surapati di Selatan, dan di Baratnya adalah Jalan Veteran, yaitu areal blok yang mencakup Natour Bali Hotel di timur jalan Veteran hingga ke Kantor Jayasaba atau rumah dinas Gubernur Bali.
Awal-mulanya, Puri Agung Denpasar itu adalah sebuah taman peristirahatan bagi keluarga dan para tetamu Kyayi Anglurah Gde Oka dari Puri Kaleran Kawan, yang kemudian dikembangkan oleh cucunya yaitu Kyayi Anglurah Made Pemecutan setelah beliau ini memegang tampuk kekuasaan sebagai Raja Badung. Konon taman itu terdiri dari areal Ancak Saji dan Taman Narmada, yang kemudian dikembangkan menjadi puri yang lengkap yang dengan tidak kurang dari 9 “Palebahan” (zone).
Untuk melengkapi historis Puri Agung DenPasar tidaklah bisa dilepaskan dari masa-masa sebelumnya, serta apa yang terjadi selewat Puputan Badung 1906 hingga masa kini. Keberadaan Puri Agung Denpasar terkait pula dengan keberadaan raja Kyayi Anglurah Jambe Ksatriya selaku penguasa terakhir Negeri Badung dari Dinasti Jambe (keturunan Jambe Merik).  Setelah Dinasti Jambe runtuh lewat perang saudara maka pemerintahan kerajaan Badung dilanjutkan oleh Kyayi Anglurah Made Pemecutan dari Puri Kaleran Kawan, dan selanjutnya pusat pemerintahan dipindahkan ke Puri Agung Denpasar.
Kehadiran Puri Kaleran Kawan, sejarahnya adalah dari Puri Pemecutan kuno, karena Kyayi Agung Gde Oka adalah putra dari I Gusti Ngurah Pemecutan Sakti – yang lebih terkenal dengan sebutan: Bhetara Sakti dari Puri Pemecutan kuno.  Ibunda dari Kyayi Agung Gde Oka bernama I Gusti Ayu Agung Bongan atau Ratu Ayu Bongan yang berasal dari Puri Mengwi lama (Jero Pupuan).
Adanya Puri Pemecutan sangat erat kaitannya dengan keberadaan Ki Gusti Ketut Bendesa alias Ki Gusti Ketut Bendesa alias Arya Notor Wandira alias Kyayi Nyoman Tegeh yang menurunkan penguasa Bhandana Negara yang kini disebut Badung.  Beliau ini adalah cucu dari Arya Kenceng selaku pendiri kerajaan Tabanan, sedangkan Arya Kenceng adalah keturunan dari Arya Damar yang kesohor itu pada jamannya.
Besar harapan, semoga blog ini menjadi sumber informasi yang lengkap tentang keberadaan sebenarnya dari Puri Agung Denpasar bagi ‘angga sentana‘ Puri Agung Denpasar seterusnya.

Kira-kira demikianlah rancangan pembahasan di dalam blogspot ini.
Tubagus - Satriya