Sesuai dengan apa yang tertera di dalam Lontar ”Surat Paleketpemargin Pangrebegan rikala patetoyan ring Ahyun Tambangan Badung” yang lebih merupakan suatu program/rencana kerja atau juga berita acara dari jalannya piodalan di Pura Nambangan Badung, sewaktu masa pemerintahan Raja Denpasar I Gusti Ngurah Made Agung yang dengan nama abiseka ratu Ida Tjokorda Ratu Made Agung Gede Ngurah Pamecutan (1902 – 1906).
Nama ”I Gusti Ngurah Made Agung” adalah nama asli beliau pada jaman itu, yang di dalam surat-menyuratnya dengan pemerintah Hindia Belanda masih menggunakan nama tersebut. Di jaman dulu, orang tidak akan berani menyebut-nyabut nama asli seperti itu, dan orang selalu menggunakan nama panggilan/pungkusan sehingga banyak orang menjadi tidak pernah tahu nama asli orang lain. Nama beliau yang sering disebut-sebut orang adalah: Cokorde Made, Cokorde Denpasar, atau Cokorde Mantuk ring Rana yaitu setelah beliau wafat (1906). Setelah beliau dinobatkan sebagai Raja Badung maka nama beliau adalah Ida Tjokorda Ratu Made Agung Gede Ngurah Pamecutan itu, yang tidak banyak orang mengenal nama ini.
Dari Lontar ”Surat Paleket pemargin Pangrebegan rikala patetoyan ring Ahyun Tambangan Badung” di atas dapat ditarik beberapa ringkasannya, yaitu:
- Bahwa Raja Badung berkedudukan di Puri Denpasar, dengan sistem Pemerintahannya disebut dengan: RATU AWIR BUJA yang artinya adalah: “Ratu mebala Ratu”.
- Bahwa berkenaan dengan konsep “Ratu Awir Buja” itu, raja mengendalikan sistem MANCA AGUNG yang terdiri dari puri-puri: Tegal, Oka, Kaleran Kanginan, Kaleran Kawan, dan Puri Jrokuta (konon pernah mengetuai Manca Agung ini).
- Bahwa sistem pemerintahan juga dilengkap dengan sistem Bagawanta Puri yang terdiri dari: Griya Taman, Griya Sindu, Griya Sanur, Griya Lodpeken
Demikian sekilas tentang Raja Ida Tjokorda Ratu Made Agung Gede Ngurah Pamecutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sertakan email Anda ya.