Rabu, 30 September 2009

Puri Ksatriya Jambe dibangun 1719


Tersebutlah Ratu Bhandana penguasa negara Badung yaitu Sirarya Anglurah Jambe Pule; beliau berputra 3 orang laki-laki yaitu: Sirarya Anglurah Jambe Merik (ibu: Kiyai Rara Pucangan - Putra Kiyai Pucangan), Kyayi Anglurah Macan Gading (yang enerjik dan memiliki kedigjayaan yang disebut “macan gading”), dan Kyayi Anglurah Gelogor (yang tidak tertarik pada urusan pemerintahan). Konon yang dipilih untuk menggantikan kedudukan beliau adalah Jambe Merik karena kebijakannya, sedangkan menugaskan Macan Gading karena keberaniannya untuk membantu Dalem dalam menumpas pembrontakan Sagung Maruti di Kelungkung. Di dalam menentukan pilihan itu dilakukanlah suatu test case dimana saat Jambe Pule akan dibunuh oleh 3 orang utusan dari Dalem di Kelungkung, beliau menanyakan kepada putra-putranya apa yang harus dilakukan dalam situasi itu. Jambe Merik menjawab: “jika ayahanda memang benar maka kita lawan, tetapi bila ayahanda memang bersalah maka terimalah hukuman itu”; tetapi Macan Gading menjawab: “kita lawan saja”. Perbedaan jawaban itulah yang digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan siapa penerus beliau, yang jatuh kepada Jambe Merik. Dongeng ini telah menjadi ceritera pada pementasan Topeng di Bali. Jadi, raja Badung itu bergelar Sirarya Anglurah Jambe Merik.



Sewaktu Negeri Badung dibawah kekuasaan raja Sirarya Anglurah Jambe Merik – 1560 (yang juga dijuluki: Dewa Bagus Hanulup), lalu membangun puri di Puri Alang Badung (Alang = sungai). Puri ini mencakup toko Nasional Optical hingga mesjid di Kampung Arab, Jero Suci sampai ke Toko Makmur (Jalan Sumatera sekarang) dan menyatu pula dengan Pemerajan Suci yang berada di sebelah selatan toko-toko emas di Jalan Hasanudin (konon dahulu tidak jalan yang tembus ke Pemecutan).
Hingga 3 generasi lamanya, puri masih berada di Alang Badung, yaitu mulai dari Sirarya Anglurah Jambe Merik, Kyayi Anglurah Jambe Ketewel, dan Kyayi Anglurah Jambe Tangkeban. Baru menjelang lahirnya Kyayi Anglurah Jambe Aji (Kyayi Anglurah Jambe Haeng) puri Ksatriya mulai dibangun yang sebagai hadiah dari Dewa Agung Puri Sukawati atas kelahiran Kyayi Anglurah Jambe Aji di tahun 1719. Pemerajannya adalah Pemerajan Satriya yang berlokasi di timur jalan (yang masih utuh berdiri hingga sekarang), yang memiliki Kori Agung yang cukup tinggi – terutama di Utama Mandala. Pucak kori ini juga pernah patah sewaktu lindu besar, dan pada tahun 1961 pernah dipugar kembali tetapi lebih rendah dari yang semula. Konon dahulu kala, Pura Satriya itu dikelilingi oleh telaga (seperti di Pura Taman Ayun) dan masyarakat sekitar selalu menyebut dengan: pergi ke ”telaga” bila mereka mau pergi ke sekitar pura. Areal sekeliling Pura Satriya yang memang lebih rendah ± 1 meter dari puranya sendiri; keadaan ini masih bisa dilihat.
Konon menurut ceritera, Puri Ksatriya kuno itu adalah sebuah istana yang luas dan megah dengan Kori Agung yang sangat tinggi menjulang; bahkan ada dongeng bahwa pada saat lindu besar, puncak Kori Agung itu terlempar sampai ke pohon beringin besar yang pernah ada di depan Pura Satriya (yang jauhnya kira-kira 300 m). Nampaknya, dongeng itu untuk menggambarkan betapa tinggi puncak Kori Agung itu. Puri Ksatriya itu adalah hadiah dari Dewa Agung Puri Sukawati yang diperuntukkan khusus bagi raja Badung Kyayi Anglurah Jambe Aji (Kyayi Anglurah Jambe Haeng) di tahun 1719.
Penulis sangat yakin bahwa Puri Ksatriya itu dahulunya berdiri di sebelah Barat Jalan Veteran (UD. Suzuki Permai sekarang), dimana Utama Mandalanya mencakup areal dari Sekolah Dasar Satriya hingga ke utara. Apabila diperhatikan, daerah lokasi itu konturnya berterasering (gunung rata), dimana daerah yang lebih rendah (lebah) sedalam ± 0,5 meter di sisi selatan dari SD Satriya, kemudian turun lagi ± 0,75 meter di pinggir selatan Suzuki Permai sekarang; di sisi baratnya adalah tepi barat dari Sekolah Dasar Satriya, dan di utaranya adalah Jalan Yudistira sekarang. Seperti biasanya, lokasi bangunan puri utama adalah di teras tertinggi, sedangkan teras yang lebih rendah adalah untuk areal pedunungan/senetan. Jadi, kira-kira puri Ksatriya kuno itu mencakup blok di selatan Banjar Tainsiat yang dikelilingai oleh jalan Veteran (timur), jalan Yudistira (utara), jalan Arjuna (barat), jalan Abimanyu (selatan).
Pada jaman-jaman kekuasaan Dinasti Den-Pasar, Puri Ksatriya masih sering digunakan ; kemungkinan digunakan sebagai pesanggrahan dari keluarga raja Den-Pasar dikala ada upacara di Pemerajan Satriya; buktinya, raja Denpasar generasi kedua yaitu Nararya Agung Gede Ngurah Pemecutan dan raja kedua terakhir (Nararya Agung Ngurah Alit Pemecutan) juga meninggalnya di Puri Ksatriya itu. Rupanya, pemindahan bangunan dari Puri Ksatriya ke Puri Agung Den Pasar berjalan sedikit-demi sedikit.
Diperkirakan bahwa Puri Ksatriya kuno itu benar-benar lenyap dari muka bumi menjelang dibangunnya Hotel Belanda di tahun 20an. Bangunan hotel itu menggunakan tiang dan span dari besi dengan atap berupa seng lembaran, yang dibikin khusus bagi pembesar dan tamu Belanda; sedangkan Pura Satriya yang ada di depannya (yang merupakan Pemerajan bagi Puri Ksatriya kuno) digunakan sebagai tempat pementasan hiburan bagi para tamu Belanda. Pagelaran yang sering disuguhkan bagi para tamu Belanda adalah Janger Kedaton yang terkenal itu yang berasal dari Banjar Kedaton Denpasar. Selanjutnya, penguasa Hindia Belanda membangun Hotel Bali (yang sekarang dikenal sebagai Natour Bali Hotel).



Banyak sumber menyatakan bahwa Arya Tegeh Kori (bukan Kuri) menetap di daerah Tegal Badung yaitu di sebelah selatan Setra Agung; yaitu mulai dari Griya Gede Tegal sekarang memanjang ke selatan. Kalau Pura Benculuk di Tonja adalah pemerajannya, lalu apakah masuk akal bahwa purinya di Puri Ksatriya kuno atau di Tegal? Lalu, kalau purinya adalah Puri Ksatriya (kuno) lalu mengapa pemerajannya bukan Pura Satriya? Sesungguhnya masih banyak lagi argumentasi yang tidak mendukung bahwa Puri Ksatriya (kuno) itu adalah istana bagi Arya Tegeh Kuri yang pemerajannya di Benculuk itu. Yang lebih aneh lagi adalah: bagaimana mungkin Tegeh Kori identik dengan Arya Benculuk, padahal Arya Benculuk itu  salah satu pimpinan perang (Arya) yang datang bersama Sri Arya Damar dan yang lainnya.
Arya Benculuk menetap di Desa Tangkas (Klungkung) sehingga melahirkan salah satu putra yaitu Arya Tangkas (karena ibunya dari desa Tangkas), yang selanjutnya membangun puri di Benculuk-Tonja. Dalam perjalanannya, Arya Tangkas telah terlanjur keliru membunuh putra tunggalnya sendiri yaitu I Gusti Bagus Anom; dan berkat perkenan Dalem Sri Semara Kepakisan maka dianugrahkanlah putra beliau sebagai penerus keturunan Arya Tangkas, yang selanjutnya bernama Arya Benculuk Tegeh Kuri (bukan Kori). Selanjutnya, Puri Benculuk digempur oleh Puri Alang Badung (Kyai Jambe Merik) sehingga musnah dan melarikan diri. Puri Alang Badung mengerahkan pasukan/bala "poleng" yang dipimpin oleh Kyai Ngurah Pemayun (yang selanjutnya membangun Puri Pemayun di Kesiman sebelah timur sungai). Semoga kekisruhan ini bisa diluruskan kembali.
Tubagus

10 komentar:

  1. Menurut babad yang saya baca karena saya juga merupakan warih Dalem Beliau, Disebut sebagai Dalem Benculuk karena beliau merupakan putra sejati dari Dalem Kresna Kepakisan sehingga berhak menggunakan Dalem dan sebutan benculuk berasal dari BAAN SULUK, untuk mengetahui lebih jelas atupun ber argumen tentang siapa itu Sira Nararya Dalem Benculuk Tegeh Kori anda silahkan bertanya pada Prof. Ir I Gusti Bagus Kusuma Wijaya. Dosen Teknik Mesin Unud karena beliau warih langsung dari Sira Nararya Dalem benculuk Tegeh Kori dan beliau memiliki babad asli yang diperoleh dari Univ Leden, Suksma

    BalasHapus
  2. Terima kasih atas komentarnya. Nanti saya kontak dengan Pak Wijaya - saya kenal beliau.

    BalasHapus
  3. Sejarah tidak boleh dimanipulasi dengan tujuan apapun. Apalagi hanya untuk meninggikan diri sendiri, tetapi merendahkan "Beliau" Kawitan kita.
    Bila ingin mengetahui lebih lengkap, sudah ada Sejarah Kawitan Dalem Benculuk Tegehkori yang dikeluarkan oleh Pasemetonan Agung Nararya Dalem Benculuk Tegehkori yang telah disahkan oleh Puri Klungkung serta pihak terkait, seperti PHDI, Majelis Agung Desa Pekraman, Gubernur Bali. Silakan menghubungi Sekretariat. Atau menghubungi Prof Dr Ir IGB Wijaya Kusuma, atau Dr Shri IGN Arya Vedakarna MWS III.

    BalasHapus
  4. Terima kasih atas komentarnya, semoga saya tidak kebingunan lagi.

    BalasHapus
  5. Mohon info/sejarah/cerita pada saat ker. badung perang melawan kerajaan mengwi? Siapa yg memimpin badung? Siapa2 saja ksatria dari badung yg ikut dan detailnya kalu ada...suksma

    BalasHapus
  6. terima kasih kepada pengasuh situs ini,klo menurut lontar dan raja purana serta prasasti yang ada di puri tabanan dan puri-puri keturunan arya kenceng.Arya Kenceng tegeh kori merupakan putra kandung dari Ida betara Arya kenceng yang tinggal di selatan setra badung bukan putra dalem,hal ini juga di perkuat dengan masih adanya hubungan persaudaraan antara puri ataupun jero yang merupakan sentana Arya kenceng tegeh kori seperti : Puri Agung tegaltamu.dan dalam sejarah Arya Kenceng tidak ada putra beliau yang bernama Kyai Tegeh atau yang lebih di kenal dengan nama Arya Kenceng Tegeh Kori pernah menetap dan tinggal di Tonja ( Benculuk ),untuk mengetahui kisah beliau lebih lanjut silahkan pengasuh datang ke puri kami yaitu puri agung tegal tamu.suksma

    BalasHapus
  7. “Ki Gusti Kawan” (Gusti Jambe) Beliau mengambil isteri dari putun (cucu) Sri Megadaprabu di Kubon Tingguh. Beliau mempunyai 4 anak, putera-puteri sebagai berikut:

    1. Yang pertama bernama:” Ni Gusti Luh Jambe” beliau diambil atau dijadikan permaisuri yang bergelar “Ratu Ayu Pucangan”, oleh Cokerda Jambe Pule Puri Badung. Beliau ini yang menurunkan wangsa Jambe di Badung seperti:
    -Puri Sateria
    -Puri Agung Mecutan
    -Puri Gologor
    2. Yang kedua bernama “Gusti Made Jambe” (Gusti Jambe Dauh) beliau yang menggantikan kedudukan ayahnya sebagai penglingsir Jeroan.
    3. Yang ketiga bernama : “I Gusti Nyoman Jambe” beliau dihadiahi seorang putrid Raja dari Raja Tabanan yang namanya “Ni Gusti Dauh Tunjung” dan mencari genah (bertempat) tinggal di “Batuaji Kawan” keturunannya ke Sembung Gede,Mandung,Belatungan dan Sandan Dauh Yeh Wanasari Tabanan.
    4. Yang keempat bernama “I Gusti ketut Jambe” beliau mencari genah bertempat tinggal di Batuaji Kanginan.

    BalasHapus
  8. koreksi tentang Ratu Ayu Pucangan/Rara Pucangan
    “Ki Gusti Kawan” (Gusti Jambe) Beliau mengambil isteri dari putun (cucu) Sri Megadaprabu di Kubon Tingguh. Beliau mempunyai 4 anak, putera-puteri sebagai berikut:

    1. Yang pertama bernama:” Ni Gusti Luh Jambe” beliau diambil atau dijadikan permaisuri yang bergelar “Ratu Ayu Pucangan”, oleh Cokerda Jambe Pule Puri Badung. Beliau ini yang menurunkan wangsa Jambe di Badung seperti:
    -Puri Sateria
    -Puri Agung Mecutan
    -Puri Gologor
    2. Yang kedua bernama “Gusti Made Jambe” (Gusti Jambe Dauh) beliau yang menggantikan kedudukan ayahnya sebagai penglingsir Jeroan.
    3. Yang ketiga bernama : “I Gusti Nyoman Jambe” beliau dihadiahi seorang putrid Raja dari Raja Tabanan yang namanya “Ni Gusti Dauh Tunjung” dan mencari genah (bertempat) tinggal di “Batuaji Kawan” keturunannya ke Sembung Gede,Mandung,Belatungan dan Sandan Dauh Yeh Wanasari Tabanan.
    4. Yang keempat bernama “I Gusti ketut Jambe” beliau mencari genah bertempat tinggal di Batuaji Kanginan.

    BalasHapus
  9. Mungkin kutipan ini ada manfaatnya; sbb:

    ARYA BENCULUK
    (Kisah ini sering diceriterakan di dalam pementasan Topeng)
    Salah satu arya yang ikut ke Bali, ketika Majapahit menyerang pulau Bali pada tahun 1343 M yang dipimpin oleh Patih Gajah Mada yang ketika itu di Bali dengan rajanya Gajah Wahana (Tapohulung) yang bergelar Sri Antasura Ratnabumi Banten, beliau adalah Arya Benculuk yang pada akhirnya ditempatkan di Desa Tangkas Klungkung oleh Patih Gajah Mada bersama dengan Arya Kanuruhan. Arya Benculuk memiliki seorang putra yang bernama Kyai Tangkas, beliaulah yang akhirnya berpindah ke Desa Tonja Badung dengan membuat puri yang indah.

    Pada suatu ketika, Dalem Ketut Ngelesir (Sri Semara Kepakisan) punya masalah dengan Abdi nya yang bernama I Lokong Jaya yang bertempat tinggal di Desa Kaliungu, Dalem akhirnya mengutus Abdi tersebut untuk membawa surat kepada Kyai Tangkas yaitu putra dari Arya Benculuk yang tinggal di Desa Tonja dengan pangkat Demung. Dalam perjalanan Abdi tersebut bertemu dengan Raja Penataran yang akhirnya bertanya kepada Abdi tersebut “hendak kemana dan apa yang dibawa”, Abdi tersebut menjawab “hamba membawa surat yang tidak diperkenankan membuka oleh Dalem”, namun raja tersebut memintanya, ketika sudah tahu isinya bahwa surat tersebut berbunyi “bunuhlah orang yang menyerahkan surat ini”, maka raja tersebut kembali menyerahkan kepada Abdi Dalem supaya dilanjutkan perjalanannya menuju Desa Tonja, namun raja tersebut memberikan dua ekor ayam hendak dibawa serta, setelah sampai di Desa Tonja Abdi tersebut bertemu dengan I Gusti Bagus Anom yang merupakan putra dari Kyai Tangkas, di sana pulalah I Gusti Bagus Anom menanyakan ayam yang dibawa hendak diberikan kepada siapa, di sana Abdi tersebut mengatakan ayam tersebut untuk Tuanku, mulailah I Gusti Bagus Anom bermain sabung ayam dengan Abdi tersebut, setelah senja I Gusti Bagus Anom bertanya “hendak kemanakah paman selanjutnya?” Maka Abdi tersebut berkata “hamba hendak menghaturkan surat kepada Ayahanda Tuanku”. I Gusti Bagus Anom akhirnya menyuruh Abdi tersebut untuk pulang dan surat tersebut hendak diserahkan sendiri oleh beliau kepada ayahandanya, maka dari itu setelah surat itu diserahkan kaget pulalah Kyai Tangkas dan segera membunuh anaknya sendiri.

    Setelah anaknya terbunuh Kyai Tangkas akhirnya malas menghadap Dalem Sri Semara Kepakisan ke Gelgel, sampai pada suatu persidangan Kyai Tangkas melalui seorang Utusan Dalem hendaknya menghadap ke Gelgel di sana Dalem akhirnya bersabda” Hai Kyai Tangkas hanya membunuh seorang Abdi saja tidak bisa, Kyai Tangkaspun akhirnya menyembah dan berkata bahwa yang dibunuh adalah I Gusti Bagus Anom anaknya sendiri. Dalem akhirnya terkejut mendengarnya, maka Dalem akhirnya memberikan putra laki-lakinya kepada Kyai Tangkas untuk diasuh, namun ketika persidangan Putra tersebut melarikan diri dan naik dari arah belakang serta meraba kepala ayahnya (Sri Semara Kepakisan), maka dari itu Dalem akhirnya marah, memang sudah kehendak Dewata dulunya putra tersebut kepalanya dapat ditutup oleh Sri Magada Nata raja Tabanan yang merupakan paman sendiri. Oleh karena itu putra Dalem Sri Semara Kepakisan tersebut akhirnya diserahkan kepada Kyai Tangkas untuk diangkat anak karena mengingat Kyai Tangkas tidak memiliki putra lagi, sehingga turun-temurun akhirnya disebut BENCULUK TEGEH KURI yang tinggal di Desa Tonja Badung.
    ………. dan seterusnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. mengomentari kutipan AA Bagus Palguna, dalam uraian diatas disebutkan arya tangkas sebagai putra dari arya benculuk. tiang kebetulan keturunan arya kanuruhan-pangeran tangkas kori agung. menurut babab dr leluhur tiang arya tangkas/kyayi tangkas itu memerintah di kertalangu.. dan ceritanya sama seperti diatas yaitu karena kesalah pahaman akhirnya putra beliau satu-satunya tangkas dimade dibunuh. kemudian oleh raja/dalem diberikan salah satu istrinya yang hamil untuk diperistri oleh kyayi tangkas. dan kalau lahir agar diberi nama Pangeran Tangkas Kori Agung. karena asalnya dari puri.
      mohon penjelasannya terkait kutipan diatas agar tidak rancu karena disini jelas sekali disebutkan nama "Arya Tangkas" dan ceritanya sepintas sama dengan babab pangeran tangkas kori agung.. karena selama ini kita meyakini bahwa kita bukan keurunan arya benculuk.
      suksma

      Hapus

Sertakan email Anda ya.